Rabu, 28 November 2012

fenomena ponari

Feb 16, '09 2:00 AM
for everyone
muhammad ponari. si dukun cilik dengan batu bertuah. profil yang tengah akrab di telinga warga indonesia. demikian melambung pamornya, hingga setiap channel televisi yang kita pilih pasti menayangkan beritanya. seorang anak laki-laki berusia 10 tahun yang berdomisili di jombang ini, konon dipercaya memiliki kesaktian menyembuhkan segala penyakit dengan azimat sebuah batu yang dikatakan diperolehnya manakala dahulu ponari tersambar petir. telah banyak pasien "beliau" dengan penyakit yang berupa-rupa, yang memberi kesaksian tentang kamanjuran air minum yang telah dicelupi batu sakti ponari tsb. dengan asas husnuzan (berprasangka baik), maka keterangan-keterangan ini tentu saja akan membuat kita yang mendengarnya berdecak kagum.

namun rupanya, bagi sebagian orang (yang jumlahnya sangat tidak sedikit), tidak hanya berhenti sampai tingkat berdecak kagum. mereka secara sukarela berduyun-duyun mendatangi kediaman sang dukun sakti dan memasrahkan asa mereka seutuhnya pada kesaktian beliau. dengan membawa berbagai latar belakang penyakit yang mereka/sanak saudara/kerabat mereka derita, mereka rela join dalam jubelan pasien yang juga turut antri hanya sekedar untuk meminta celupan batu sakti. bahkan kabar terbaru, tingkat kreativitas para pasien antri menjadi meningkat, terlihat dari azimat-azimat inovasi lainnya yang mereka unduh dari tempat bermukin sang dukun cilik. dari air bekas mandi sampai tanah di sekitar rumah sang dukun cilik, semua dipercaya dapat menjadi obat.

tidak logiskah apa yang mereka lakukan?
jawabannya bisa berbeda antarpersonal. namun terkadang, satu jawaban yang sama dapat kita peroleh jika kita mencoba meletakkan diri kita pada posisi orang-orang ini. adalah fakta bahwa mereka yang rela berdesak-desakan di antrian panjang dengan pengawalan ketat dari personil kepolisian, adalah kelompok penduduk yang telah lama menyandang predikat "rakyat kecil", aka kaum marjinal, aka kaum tertindas, aka wong cilik. dan sudah rahasia umum bahwa ongkos berobat dengan pendekatan metode modern dan logis, tidaklah enteng. mahalnya harga pengobatan medis adalah tema yang sangat umum ketika ada acara kumpul-kumpul keluarga, atau sekedar sharing antar sahabat. apabila bagi rakyat dari kalangan yang nggak marjinal-marjinal banget (menengah, menengah ke atas) harga pengobatan medis nan modern lagi logis dapat dipandang menjadi sebuah beban sampai pada level tertentu, apalagi bagi para kaum yang memang secara ofisial berpredikat kaum marjinal. jangankan berpikir masalah perbaikan jaringan sel tubuh yang rusak atau bahkan hampir kolaps, masalah mempertahankan jaringan sel tubuh yang masih sehat saja cukup membuat nafas mereka "ngos ngos-an". jadi, tentu saja bagi orang-orang yang di posisi seperti ini, adalah sangat logis untuk mencoba pengobatan yang konon katanya menjamin kesembuhan tanpa harus menguras kantong mereka yang memang lebih sering ompong melompong.

yang tidak logis adalah, orang-orang yang katanya adalah penganyom rakyat, pemerhati rakyat, representasi rakyat, alih-alih menfasilitasi segala kebutuhan rakyat malah menghindarkan rakyat dari kesempatan mengecap kenikmatan hidup sehat sesuai dengan kemampuan finansial mereka. katakanlah, apa yang dilakukan para pengantri dukun cilik itu adalah tidak benar, atau sebuah simbol dari kebodohan kronis di kalangan masyarakat, apakah adil jika kita hanya melihat kesalahan ini hanya dari pihak mereka saja? tidakkah hukum sebab akibat selalu berlaku?

jika eksploitasi anak menjadi salah satu dalih bagi pemerintah untuk menutup praktek sang dukun cilik, maka bagaimana dengan bintang-bintang cilik yang "berkesempatan" untuk membawakan sebuah peran antagonis dalam sinetron yang sesuai dengan plot yang ditenggarai akan membuat jalan cerita sinetron lebih seru sehingga rating unggulan diperoleh dan berujung dengan penambahan cek ke rekening para kapitalis, mengapa praktek mereka tidak ditutup?

-devie-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar