Rabu, 28 November 2012

carilah sekolah yang terbaik...apa benar ini solusinya?

May 21, '09 1:25 AM
for everyone
minggu lalu saya ke klinik gigi di dekat rumah, biasa jadwal pemeriksaan yg sudah lama saya abaikan, hehe. ketika sampai, ternyata antrian lumayan panjang. dalam daftar tunggu, saya berada pada nomor urut 9, sementara saat itu baru sampai pada pasien nomor 2. rata-rata 1 orang pasien mengahabiskan waktu di kamar prakter dokter sekitar 30 menit. masyaAllah, lamanya...

namun seperti halnya makhluk sosial lainnya, saya mencoba berinteraksi dengan sesama pasien lainnya. tak lama saya terlibat percakapan dengan seorang ibu berusia sekitar 45-an dan seorang ayah berusia sekitar akhir 30-an. diskusi yang cukup menarik, terlebih lagi topik utama kami berkisar kondisi pendidikan indonesia saat ini.

ibu itu mengenalkan diri sebagai bu Y. sebenarnya kami bertetangga, dan ia teman ibu mertua saya, namun selama ini kami hanya saling menegur dengan senyuman saja. beliau ini dulu adalah guru sd di al azhar pada era 80-an. beliau mengakui bahwa persaingan dalam mencari kerja zaman sekarang luar biasa lebih berat ketimbang dulu. malah di sekolah pun, anak-anak sudah dilatih untuk membiasakan diri bersaing satu sama lain. sekarang masuk sd, calon murid disyaratkan untuk melalui sejumlah tes. dan dia juga melihat sendiri bagaimana kerasnya anak laki-lakinya dalam menempa diri dalam belajar. jam belajar akademik anaknya begitu padat. peraturan jadwal masuk sekolah baru yakni mulai masuk jam 1/2 7 pagi, hanya semakin memperparah tingkat stres anaknya. walhasil, anaknya setiap hari, berangkat dari rumah pukul 05.50 dan baru sampai rumah jam 9 malam.

tentu saja saya heran sekali, mengapa anak sekolah pulang selarut itu. beliau menjelaskan kalau setiap harinya, anaknya harus mengikuti bimbingan belajar, bekal masuk PTN. jadi hari libur cuma 1/2 hari pada hari minggu, karena hari minggu sering digunakan untuk try out. sebenarnya beliau akui, kalau anaknya sering terlihat stres dan jadi suka mengurung diri di kamar kalau hari libur. satu2nya pelampiasan anaknya hanyalah main games di komputer. jadi, jarang sekali mereka punya kesempatan untuk mengobrol di rumah, sekalipun beliau ibu rumah tangga. hmmm...

sementara pak A (teman mengobrol kami yang satu lagi), juga menceritakan hal yg masih senada. anak beliau, walau masih sd pun sudah harus ikut les macam-macam. tapi bukan les menari, menyanyi atau piano semacam saya dulu..lebih merupakan les-les yg sangat berhubungan langsung dengan akademik, seperti matematika, bahasa inggris atau mata pelajaran lainnya. dan dia juga bercerita, bahkan keponakannya yang masih tk, sudah harus ikut les membaca-menulis dan berhitung.

kemudian, ibu Y kembali bercerita bahwa anaknya beberapa minggu yang lalu lulus ikut ujian spmb lokal itb dan lulus di jurusan desain grafis. dan sekarang beliau sedang berpikir keras bagaimana memperoleh uang Rp 55 juta rupiah untuk membayar uang pangkalnya. si pak A juga cerita, sepupunya masuk kedokteran ui harus menyediakan uang pangkal sekitar 175 juta.

jujur, sebenarnya saya sudah sering mendengar informasi semacam ini, tapi baru kali ini saya mendengar pengakuan dari orang pertama. dan informasi ini sangat menohok. jadi ternyata benar bahwa pendidikan zaman sekarang ini memang hanya memihak pada golongan tertentu saja.

saya tanyakan pada ibu Y, apakah benar bahwa ujian nasional itu bahan ujiannya sama persis di segala penjuru indonesia. dia bilang dia tidak tahu pasti mengenai hal ini. tapi tentu saja saya tidak dapat menuntut dia untuk tahu, karena dia memang bukan officer pendidikan, hehe..kemudian saya ungkapkan opini saya, bahwa seandainya memang bahan ujian dibuat sama persis, pukul rata di segala penjuru nusantara, itu sama artinya dengan menerapkan ketidakadilan. karena bukankah dipahami secara umum bahwa fasilitas yang diterima tidak serupa pada masing-masing propinsi. adalah aneh, mengharapkan telur yang sama dari dua ayam dengan jenis berbeda. sepertinya ada yang salah dengan sistem pendidikan kita..

mereka sependapat dengan saya. mereka juga memikirkan hal yang sama. dan sebagai yang paling tua di antara kami bertiga, bu Y memberi nasehat pada saya. "makanya dik devi...kalau bisa selama kita masih hidup di kota, carilah sekolah dengan kualitas terbaik. banyak kok  sekolah di jakarta ini yg sarangnya orang-orang sukses. cari sekolah yg memang memprioritaskan hasil untuk bekal masuk perguruan tingginya..karena perguruan tinggi itu istilahnya belajar sebelum akhirnya terjun ke kehidupan dunia riil.." perkataan ibu Y ini diiringi oleh anggukan tanda setuju oleh pak A.

saya sendiri menyetujui bagian tertentu dari nasehat ibu Y tsb. namun ada yg mengganggu saya. tersirat, bahwa keadilan memang tidak dapat diterapkan. dan kita tidak dapat berbuat banyak dalam hal itu, karena memang beginilah sistemnya bekerja.

bagi saya ini agak aneh. banyak orang yang sudah tahu bahwa memang ada yg tidak beres dengan sistem pendidikan kita. tetapi mengapa rasanya begitu sulit untuk keluar dari sistem ini? alih-alih mencoba membebaskan diri atau anaknya dari kungkungan sistem yang semakin tidak jelas ini, mengapa sebagian orang malah memilih untuk lebih memantapkan langkah dalam sistem ini. bahkan sampai harus menafikan hak asasi diri dalam hal belajar bahwa adalah hak setiap manusia untuk merdeka dalam belajar dan belajar yang memerdekakan.

pada akhirnya, saya hanya seorang ibu yang juga sedang meretas jalan sebagai pendidik dari seorang anak yang sejak lahir telah membawa hak asasi tersebut secara literal. mudah-mudahan, Allah menunjukkan saya jalan agar saya dapat berpartisipasi secara langsung dalam pemenuhan hak asasi tersebut, setidaknya untuk anak saya sendiri.

~Devi
"yang senantiasa mengharap perubahan ke arah yang lebih baik"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar