Bayi lucu dan menggemaskan yang terlahir
pada hari selasa tanggal 28 agustus 2002 itu diberi nama Adinda Zahra
Nur Fathimah. Walaupun melalui operasi ceasar, namun secara umum kondisi
fisiknya terlihat normal. Di hari ke-10 ketika diletakkan pada posisi
tengkurap, Zahra mulai membolak-balikkan kepalanya secara mandiri. Ia mulai
tengkurap sendiri saat Ia berusia 3,5 bulan, duduk sendiri 5,5 bulan,
merayap lalu merangkak sebelum 9 bulan, mulai berdiri usia 9,5 bulan dan
akhirnya berjalan bahkan langsung berlari pada usia 10,5 bulan.
Di tengah pesatnya perkembangannya secara fisik, ada beberapa keganjilan yang mulai terlihat pada Zahra. Contohnya Zahra tidak pernah berhenti terserang kolik. selalu muntah setelah minum ASI hal ini berlangsung
sampai zahra berusia 9 bulan. Selain itu Zahra juga selalu terbangun
tengah malam, menangis dan terlihat kesakitan, hal ini bisa berlangsung
hingga berjam-jam dan terus terjadi sampai
usia Zahra 3 tahun. Cara berjalannya dan berlarinya pun berjinjit. Dia
juga terlihat clumsy, karena kerap menabrak barang/dinding saat berlari. Dalam hal interaksi sosial, Dia juga menunjukan kelainan. Zahra hampir tidak pernah tersenyum sosial, kalau Ia tersenyum seakan-akan Ia sedang tersenyum sendiri. Saat
namanya dipanggil dia juga hampir tidak pernah menengok. Ia juga
terlihat selalu menghindari diri dari menatap wajah orang. Dia terlihat
selalu sibuk sendiri dan tidak terlihat tertarik dengan apa yang terjadi
di sekitarnya. Dari segi emosi Zahra
juga terlihat sangat bermasalah, ia mudah sekali marah untuk hal-hal
yang terlihat sepele. Dan kalau sudah tantrum, dia tidak akan berhenti
menangis dan mengamuk sampai lebih kurang 2 jam. Dari sisi fungsi organ
tubuhnya pun terlihat keganjilan yaitu pada sistem pencernaannya. Zahra
sering sekali mengalami diare. Pernah dia diare tanpa henti hingga
berminggu-minggu. Untung saja nafsu makannya tidak bermasalah, jadi berat badannya selalu tetap dalam kisaran normal.
Setelah
usia 1 tahun, ada satu kata yang keluar dari mulutnya yaitu “dadah”.
Saat itu dia melambaikan tangannya pada seorang pemulung yang lewat
depan rumah. Namun setelah itu tidah pernah terdengar lagi kata
dari mulutnya. kalaupun ada hanya berupa bubling yang tidak jelas.
Zahra semakin menjauhi diri dari dunia luar, tenggelam kian dalam dalam
dunianya sediri. Akhirnya saat Zahra berusia 1 tahun 9 bulan, dokter
neurologis anak mendiagnosa zahra sebagai autistik. Di titik inilah
zahra memulai perjalanannya dalam penanganan autisme yang ada padanya.
Jenis
terapi pertama yang harus dilakoni Zahra adalah terapi sensori
integrasi dengan pendekatan floor time yang berlangsung selama hampir 2
tahun. Ada beberapa kemajuan yang terlihat seperti berkurangnya air liur
yang kerap keluar tanpa dia sadari dan ia menjadi lebih tahu cara
bermain. Kemudian di usia 3 tahun Zahra mengikuti beberapa terapi yang
menggunakan pendekatan Lovaas, antara lain; terapi wicara, terapi
perilaku, terapi okupasi terapi sensori integrasi dan terapi bermain. Terapi
dengan pendekatan ini dijalaninya selama 10 bulan. Ada beberapa
kemajuan seperti ia lebih respon ketika namanya dipanggil dengan
menjawab “apa”. Selain itu dia jadi lebih patuh, tidak lagi terlihat
seperti semaunya sendiri. Namun dia sering terlihat stres jika hendak ke tempat terapi.
Saat berusia
3 tahun ini, Zahra juga mengikuti terapi balur. Prinsip dari terapi ini
adalah mengurangi kadar merkuri yang biasanya di atas ambang normal
pada anak-anak autis. Metode ini adalah salah satu cobaan yang terberat
yang harus dilalui Zahra dan kami orangtuanya. Karena selama proses
pengeluaran merkuri, ada beberapa efek balur yang terlihat sangat
menyakitkan bagi tubuh Zahra. Antara lain luka-luka di berbagai bagian
tubuh Zahra. Proses balur ini harus dijalani zahra berkali-kali
dalam seminggu dengan tenaga pembalur yaitu ibunya. Selama proses
pembaluran, zahra seringkali bereaksi negatif seperti menolak, marah dan
menangis, namun pembaluran mau tidak mau harus tetap diteruskan karena
ada target yang harus dicapai. Ternyata di balik ketabahan dan ketekunan
selalu ada buah yang manis. Dalam kurun kurang dari 1 tahun, Zahra
mulai mengalami berbagai perbaikan yang signifikan. Pencernaanya jauh
membaik, tidak gampang diare lagi, badannya terlihat lebih kuat, tidak
pernah lagi terbangun tengah malam dan menangis berjam-jam, kontak
matanya bertahan jauh lebih
lama, dan ia mulai mengeluarkan suara secara bermakna yakni berbentuk
senandung. Memang belum keluar kata-katanya, namun ia dapat dengan mudah
menyenandungkan sebuah lagu dengan intonasi yang sangat tepat dan
ternyata dia hafal banyak sekali lagu.
Usia
4 tahun, Zahra mulai menjalani terapi dengan metode Glenn Doman yang
mana menitikberatkan pada perbaikan fungsi otak dengan cara menstimulai
pembentukan sinapsis-sinapsis neuron baru di otak. Sehingga nantinya
bagian syaraf di otak yang
terlanjur rusak/terluka(injured), dapat digantikan fungsinya oleh neuron
neuron yang baru tersebut. Stimulasi yang diberikan melalui berbagai
latihan fisik antara lain; merangkak 800 m/hari, merayap 400 m/hari,
brachiation(bergerak dengan menggelantung di monkey bar),
masking(pemasangan masker) dan
patterning (pemolaan gerak). Semua kegiatan ini diterapkan pada zahra
selama sekitar 1,5 tahun. Perlahan tapi pasti, begitu banyak perubahan
pada diri zahra. Gerakannya terlihat lebih teratur, kontak matanya kian
membaik, fisiknya menjadi lebih tegap dan kuat, jarang sekali sakit,
tidak lagi mudah panik di keramaian, respon ketika namanya dipanggil
jauh lebih baik, dia juga tampak lebih bahagia, tidak mudah panik pada
situasi hiruk pikuk, berada pada permukaan yang labil bukan lagi masalah
baginya, ia menjadi berani naik berbagai permainan yg bergoyang-goyang
di taman hiburan. Dia menjadi lebih berani mencoba permainan baru. Di
Usia 5 tahun, zahra mampu berenang mandiri dengan mengapung di kolam
yang tergolong dalam (1,5 meter) dan di usia 6 tahun zahra mulai
menggayuh sepeda secara mandiri (walaupun roda 4).
Tepat
usia 7 tahun Zahra kembali menjalani berbagai terapi dengan pendekatan
Lovaas. Tidak seperti dahulu saat usianya 3 tahun, kini dia jauh lebih
koorperatif. Sehingga pencapaiannya lebih signifikan. Kini dia sudah
paham konsep warna, dapat mengidentifikasikan berbagai benda, dari segi
bicaranya juga terlihat dari semakin jelas pelafalan kata-katanya,
semakin panjang kalimat yang dia ucapkan, inisiatif untuk bicaranya pun
semakin baik. Selain terapi Lovaas, Zahra juga kini menjalani terapi
pijat syaraf. Terapi ini juga menunjukkan hasil yang positif bagi
perkembangannya, terutama dalam menunjang perbaikan skill motorik halus.
Kini Ia dapat buka-tutup
kancing mandiri, mulai bisa mewarnai gambar dengan rapi, tahu cara
menggunting, menempel, mulai dapat menggunakan pensil dan mencoba
membuat huruf balok secara mandiri. Terapi pijat syaraf ini juga sangat
menunjang kemampuan pelafalan huruf-huruf yang tergolong sulit bagi
zahra, seperti huruf “V”, “L”. Walau kadang masih salah sebut, namun perlahan menuju ke arah konsistensi dalam pelafalan huruf-huruf tersebut dengan baik.
Dalam
hal kegiatan mengurus diri pun zahra sudah jauh lebih mandiri. Mandi,
sikat gigi, pakai handuk, berpakaian, pasang sepatu, ambil tas, membuat
sandwich untuk sarapannya, semuanya sudah dapat dia lakukan sendiri.
Bahkan ia antusias membantu pekerjaan rumah seperti rutinitas buka-tutup
gordyn, menyalakan dan mematikan lampu teras, memasukan cucian kotor ke
dalam mesin cuci, mengangkat jemuran, sampai memeras santan. Semua dia lakukan dengan senang dan penuh tanggung jawab.
Saat
ini zahra hampir 8 tahun. walau perlahan-lahan, namun berkat kuasa
Tuhan selalu ada saja kemajuan yang berhasil ia capai. Terkadang
kemajuan tersebut terlihat seperti bonus besar walau sebenarnya tampak
sederhana. Seperti bulan Mei kemarin, saat perayaan harkitnas di tempat
terapi nya. Zahra mengikuti lomba peragaan busana baju profesi. Ketika
di atas panggung dia terlihat percaya diri dan mau menjawab ketika
ditanya jurinya. Dan ternyata
zahra berhasil merebut hati juri dengan gayanya yang lucu sehingga
dinobatkan sebagai juara ke-2 dan dia tampak senang membawa pulang
pialanya.
Di
luar rutinitas terapi, Zahra juga mengikuti beberapa Kegiatan yaitu
renang dan wall climbing, masing-masing sekali per minggu. Walaupun dia
sudah bisa mengambang, namun gaya renangnya masih perlu diperbaiki.
Alhamdulillah sekarang dia sudah mulai paham renang gaya bebas.
Kegiatan
wall climbing dipilih sang ibu untuk Zahra mengingat energi zahra yang
masih berlebih. sehingga ia suka sekali memanjat benda-benda tinggi
semacam sofa, tembok, kulkas dan lemari. Diharapkan dengan wall-climbing
energinya bisa diarahkan untuk hal yang lebih bermakna dan dapat
menambah rasa percaya dirinya. Alhamduillah, setelah 3 kali pertemuan
zahra mampu mencapai ketinggian 11 meter. Dan tampaknya dia sangat
menyukai kegiatan wall-climbing ini..itulah yang terpenting.
Masih
banyak target yang ingin dicapai dalam rangka memudahkan zahra untuk
mencapai mimpi-mimpinya kelak. Namun setiap langkah besar harus selalu
dimulai dengan langkah-langkah kecil. Kami
mencoba selalu memandang diri kami sebagai orang-orang yang beruntung,
karena kebahagiaan kami seringkali datang dari hal-hal yang terlihat
begitu sederhana. Dengan bahan bakar rasa syukur dan kekuatan doa kepada yang maha berkehendak serta keyakinan bahwa zahra selalu memiliki potensi untuk menjadi manusia yang berguna , semoga akan membuat semangat kami selaku pihak yang diberi amanah ini, tidak pernah padam. Inshaallah. Amiin.
Ttd
Devi Riana Safitri
(Ibunda zahra)